Senin, 25 Februari 2013

Kenangan Bersama Guru Besar


KENANGAN MANIS BERSAMA SANG GURU BESAR Oleh: KH. Mochammad Nuzulul Bawwakiel Muttaqien Alhamdulillah, sebuah kenangan terindah saat Khataman Kutub (beberapa kitab) yang kami baca selama lima tahun bersama dua Guru Besar al-Habib Sulthonul 'Ulama Salim bin Abdillah bin Umar asy-Syathiry dan asy-Syekh al-Mufti Muhammad bin Ali al-Khotib. Berikut adalah beberapa pengalaman yang tak terlupakan saat saat bersama sang Guru Besar: 1. Adalah bagaimana al-Habib Sulthonul 'Ulama Salim bin Abdillah bin Umar asy-Syathiry begitu telaten mengajar kami hingga 5 tahun lamanya, dengan hanya khatam satu kitab. Setiap ibarat yang kami baca hampir semua beliau jelaskan dan syarahi dengan komplit dari berbagai segi pandang keilmuan. Bahkan kami diwajibkan membawa siwak, bersuci ketika belajar dan selalu membawa kitab syarah dan buku tulis. Asy-Syekh al-Mufti Muhammad bin Ali al-Khotib al-Muqri' dengan syarwaninya, al-Habib Ja'far al-Kaff dengan fatwanya, Rumi, al-Habib bin Sumaith, al-Habib Idrus Assegaff, al-Habib bin Syihab, Sirojuddin dan saya sendiri, masing-masing membawa kitab syarah yang berlainan hingga dalam majlis setiap ibarat Fath al-Mu'in hampir semuanya dikupas dari berbagai kitab. Hingga 5 tahun dan setiap malam kami melalap satu baris saja dari Fath al-Mu'in dan kadang bahkan tidak berpindah sama sekali. Hanya 9 orang yang bertahan hingga akhir. Dan bagaimana kami mengingat bagaimana Asy-Syekh al-Mufti Muhammad bin Ali al-Khotib yang selalu mengdiktekan nash-nash madzhab Syafi'iyyah secara mendalam, lugas dan tegas, bahkan kami tidak jarang ditegur olehnya. Tidak ada halaqah sekeras halaqah kami. Alhamdulilllah. 2. Tidak pernah kami lupakan bagaimana kemulian al-Habib Sulthonul 'Ulama Salim bin Abdillah bin Umar asy-Syathiry dan keramat beliau. Ketika kami membaca kitab Thaharah di tahun pertama, saat itu datanglah hujan lebat, bahkan semua halaqah di Ribath berhamburan bersama. Namun beliau begitu santun tetap diam dan tersenyum, serta masih melanjutkan dars (belajar). Dan ketika bolpointku mblobor (error), terbersit dalam hati tentang kitabku nanti yang kotor. Dan seketika itu beliau menghentikan dars dan membaca Ratib Fatihah dan seketika itu hujan berhenti. Setelah berhenti beliau tersenyum kepadaku, dengan senyuman seorang ayah dan murabbi. Kejadian ini terulang saat khataman. Ketika itu al-Habib Sulthonul 'Ulama Salim bin Abdillah bin Umar asy-Syathiry merasa kepanasan, karena waktu itu musim panas yang panjang. Lantas kami datangkan AC, namun tetap saja beliau kepanasan. Kami dekatkan AC itu bahkan kami fullkan tetap saja beliau merasa kepanasan. Akhirnya beliau berkata: “Seandainya hujan”, dan disaat itulah hujan turun begitu deras hingga beliau bisa merasa sejuk. Dan ketika pulang, di sepanjang jalan air melimpah ruah. Tak hanya ini, bahkan ketika dars, al-Habib Sulthonul 'Ulama Salim bin Abdillah bin Umar asy-Syathiry mengatakan kepadaku beberapa tempat yang dibuat maksiat merokok, dan ternyata apa yang beliau katakan adalah nyata. 3. Teringat bagaiman al-Habib Sulthonul 'Ulama Salim bin Abdillah bin Umar asy-Syathiry membagi waktu dalam halaqah begitu ketat. Waktu pertama diisi dengan tahdzir (pertanyaan pelajaran kemaren), satu persatu mendapat pertanyaan dan wajib kami selesaikan. Teringat waktu aku dilimpahi semua pertanyaan, Alhamdulillah semua aku bisa jawab dengan tepat. Setelah itu al-Habib Sulthonul 'Ulama Salim bin Abdillah bin Umar asy-Syathiry selalu menanyakan siwak dari kami, jika satu saja tidak membawa maka beliau memarahi kami dengan sangat rahmat (penuh kasih sayang) dan halus. Yang membuat lucu adalah ketika al-Habib Ja'far al-Kaff tertidur di halaqah, maka seketika itu al-Habib Sulthonul 'Ulama Salim bin Abdillah bin Umar asy-Syathiry menginjakkan kakinya dan membentaknya, kemudian menyuruh al-Habib Ja'far berwudhu, hehehe. 4. Halaqah kami sangat ditakuti, bayangkan saja setiap murid yang akan masuk selalu dicerca dengan berbagai macam pertanyaan, baik al-Mu'tamad dalam madzhab, Mashra' al-Khilaf dalam madzhab, at-Tarjih dalam madzhab, dan Qawaid serta dalil-dalilnya. Dan ketika satu saja yang tak terjawab maka Asy-Syekh al-Mufti Muhammad bin Ali al-Khotib sang guru berkata: “Lebik baik kamu turun, dan mencari halaqah yang lebih pas dengan keadaanmu.” 5. Halaqah kami sangat unik. Kedua pengajarnya, al-Habib Salim bin Abdillah bin Umar asy-Syathiry yang terkenal dengan Sulthonul 'Ulama begitu hebat dalam falsafah islam, tafsir, sejarah dan qaul Madzhahib al-Arba'ah, sementara Asy-Syekh Muhammad bin Ali al-Khotib adalah mufti terhebat sampai saat ini, bahkan dalam setiap ibarat dan maslah yang ada beliau selalu bisa menunjukkan tempat-tempatnya di berbagai kitab Hawasyi yang kami bawa dengan sekali buka. Keterangan Foto: Kesembilan murid dalam kenangan yang terindah (menurut tempat duduk dan dari arah tayamun (kanan), juga dari urutan bagian pertanyaan tiap malam): 1) Asy-Syekh al-Muqri' Abdulah bin Abdurrahman al-Khotib (Tarim-Hadramaut) 2) Asy-Syekh KH. Mochammad Nuzulul Bawwwakil Muttaqien (Indonesia-Univ. Share'a and Law Faculty) 3) Al-Habib Muhmammad bin Syihab (Tarim-Hadramaut) 4) Al-Habib bin Sumaith (Tarim-Hadramaut) 5) Al-Habib Ja'far al-Kaff (Indonesia-Rubath) 6) Asy-Syekh KH. Sirojuddin Mukhtar (Indonesia-Ahgaff University) 7) Al-Qodhi al-Habib Idrus Assegaff (Tarim-Hadramaut) 8) Asy-Syekh KH. Rumi Jakarta (Indonesia-Rubath) 9) Asy-Syekh Dr. Amjad Rasyid al-Maqdisy (Palestina) Sya’roni As-Samfuriy, Tegal 22 Februari 2013