Rabu, 17 Agustus 2011

akuntansi biaya bab4


POKOK BAHASAN 8:        PENENTUAN HARGA POKOK PRODUK BERSAMA DAN
PRODUK SAMPINGAN

SUBPOKOK BAHASAN:

1.1.       Produk bersama.
1.2.       Biaya bersama dan titik pisah.
1.3.       Akuntansi produk bersama.
1.4.       Produk sampingan.
1.5.       Akuntansi produk sampingan.

MATERI PERKULIAHAN

1.1.       Produk Bersama

Produk bersama adalah dua atau lebih produk yang dihasilkan dari pengolahan bahan dengan tenaga kerja dan fasilitas pabrik yang sama secara serentak. Nilai jual dari masing-masing produk bersama relatif sama. Contoh produk bersama adalah bensin, minyak tanah, dan minyak kerosin yang dihasilkan dari industri pengolahan minyak bumi.
Karakteristik produk bersama adalah:
1.      Produk bersama mempunyai hubungan fisik satu dengan lainnya. Artinya jika satu produk bersama tertentu selesai diproses menjadi produk jadi maka pada saat yang sama juga telah selesai diproses produk bersama lainnya. Selain itu, jika dalam proses produksi kuantitas salah satu produk bersama ditambah maka produk bersama yang lain juga akan bertambah dengan jumlah yang proporsional.
2.      Dalam memproses produk bersama selalu ada titik pisahnya (split-off point).
3.      Setiap produk bersama mempunyai nilai yang relatif sama.

1.2.       Biaya Bersama dan Titik Pisah

Biaya bersama adalah biaya untuk membuat produk bersama, yaitu berupa biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik. Biaya bersama ini dinikmati oleh produk-produk bersama tersebut secara bersamaan sehingga sulit untuk diidentifikasikan pada setiap produk bersama. Masalah utama yang dihadapi berkaitan dengan biaya bersama adalah pengalokasian biaya bersama pada setiap produk bersama.
Biaya bersama merupakan biaya produksi yang dikeluarkan dari awal proses produksi sampai dengan titik pisah. Titik pisah adalah saat dihasilkannya dua atau lebih produk bersama, dimana pada saat itu produk bersama bisa langsung dijual atau diproses lebih lanjut. Jika produk bersama akan diproses lebih lanjut maka dibutuhkan biaya untuk memproses lebih lanjut. Biaya yang terjadi setelah titik pisah ini umumnya dapat diidentifikasikan dengan produk bersama tertentu sehingga tidak menghadapi masalah pengalokasian biaya. Biaya setelah titik pisah dapat berupa biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik.




1.3.       Akuntansi Produk Bersama

Biaya bersama harus dialokasikan pada setiap produk bersama. Ada tiga metode yang dapat digunakan untuk memisahkan biaya bersama, yaitu (1) metode satuan phisik (physical output method), (2) metode nilai pasar (market value at split-off method), dan (3) metode nilai realisasi neto (net realizable value method).
Dalam metode satuan phisik, alokasi biaya bersama didasarkan atas kuantitas produk yang dihasilkan. Kuantitas produk ini harus diukur dalam satuan yang sama, misal kg, ton, liter, atau galon. Jika satuan ukuran produk bersama yang dihasilkan berbeda maka harus ditentukan satuan ukuran yang ekuivalen. Karena metode satuan phisik hanya menerapkan syarat bahwa produk bersama harus mempunyai ukuran kuantitas yang sama maka kemampuan menghasilkan pendapatan (revenue-producing ability) menjadi terabaikan.
Dasar pertimbangan metode nilai pasar adalah terdapat hubungan yang nyata antara harga pokok dengan harga jual karena penentuan harga jual didasarkan atas harga pokoknya. Oleh karena itu, biaya bersama harus dialokasikan atas dasar harga jual masing-masing produk bersama. Kemampuan menghasilkan pendapatan menjadi pertimbangan di dalam mengalokasikan biaya bersama karena metode ini mengalokasikan biaya bersama atas dasar harga pasar. Dalam metode nilai pasar yang dimaksud dengan harga pasar adalah harga pasar pada titik pisah.
Jika harga pasar pada titik pisah tidak diketahui, karena untuk produk yang memerlukan proses lebih lanjut umumnya tidak mempunyai harga pasar pada titik pisah, maka untuk mengalokasikan biaya bersama digunakan metode nilai realisasi neto. Dalam metode ini alokasi biaya bersama didasarkan atas nilai realisasi neto, yaitu harga jual akhir setelah diproses lebih lanjut dikurangi tambahan biaya pemrosesan lanjutan dan biaya disposal.

Contoh
Fillerup Oil Refinery Company memproduksi gasoline, heating oil, dan jet fuel dengan bahan baku crude oil. Proses produksi melalui 4 departemen. Mula-mula bahan baku diproses di Departemen 1, selanjutnya diproses di departemen lanjutan. Proses di Departemen 1 menghasilkan tiga macam produk bersama, yaitu gasoline, heating oil, dan jet fuel. Selanjutnya gasoline diproses lebih lanjut pada Departemen 2, heating diproses lebih lanjut pada Departemen3, sedang jet fuel diproses lebih lanjut pada Departemen 4. Proses lebih lanjut di departemen lanjutan tidak menambah kuantitas produk yang dihasilkan.
Dalam bulan Juni 2000, diproses  bahan baku di Departemen 1 sebanyak 820.000 galon yang menghasilkan 280.000 galon gasoline, 340.000 galon heating oil, dan 200.000 galon jet fuel.
Berikut ini adalah informasi tentang biaya produksi dan harga pasar pada masing-masing departemen selama bulan Juni 2000.
Departemen
Total Biaya
Produksi
Total Biaya
Disposal
Harga Pasar
saat Split-off
Per galon
Harga Pasar
Final setelah Proses Lanjutan Per galon
1
Rp164.000
 -
-
-
2
               50.000
Rp4.000
Rp0,80
Rp1,15
3
               30.000
              1.000
                   0,70
                    1,00
4
               35.000
              5.000
                   0,95
                    1,40
Total 
Rp279.000
Rp10.000



Biaya produksi di Departemen 1 sebesar Rp164.000 merupakan biaya bersama.
Pertanyaan:
1.      Hitunglah total biaya produksi untuk gasoline, heating oil, dan jet fuel jika alokasi biaya bersama menggunakan:
a.       Metode satuan phisik (physical output method).
b.      Metode nilai pasar (market value split-off method).
c.       Metode nilai realisasi neto (net realizable value method).
2.      Buatlah jurnal pada setiap departemen jika alokasi biaya bersama menggunakan metode nilai realisasi neto.
3.      Tentukan produk mana yang sebaiknya diproses lebih lanjut!

1.4.       Produk Sampingan

Produk sampingan adalah produk yang nilai jualnya relatif lebih rendah dibanding produk lain yang diproduksi bersama. Produk sampingan biasanya merupakan produk ikutan yang tidak bisa dihindari akan dihasilkan dari proses produksi dan produk sampingan ini bukan merupakan tujuan utama proses produksi.

1.5.       Akuntansi Produk Sampingan

Masalah akuntansi terhadap produk sampingan adalah pengakuan terhadap adanya produk sampingan. Pengakuan adanya produk sampingan ini menyangkut perlakuan terhadap harga pokok produk sampingan, biaya untuk memproses produk sampingan, dan hasil penjualan produk sampingan. Ada dua metode (category) untuk mengakui keberadaan produk sampingan, yaitu (1) pada saat dijual dan (2) pada saat selesai diproduksi.
Jika digunakan category 1, produk sampingan akan diakui apabila produk sampingan tersebut sudah laku terjual. Pengakuan ini dilakukan karena nilai jual produk sampingan dianggap tidak material. Hasil penjualan dapat diakui sebagai (1) pendapatan: (a) penjualan lain-lain (other sales); atau (b) pendapatan lain-lain (other income), atau (2) pengurang harga pokok penjualan.
Jika digunakan category 2, produk sampingan diakui pada saat selesai diproses. Pengakuan produk sampingan pada saat selesai diproses karena nilai produk sampingan dianggap material. Dengan diakuinya produk sampingan pada saat selesai diproses maka pada saat itu dicatat adanya persediaan produk sampingan. Pengakuan persediaan produk sampingan ini mengakibatkan harga pokok produk utama berkurang. Ada dua metode untuk menentukan harga pokok produk sampingan, yaitu (1) metode nilai realisasi neto (net realizable value method) dan (2) metode biaya reversal (reversal cost method). Jika digunakan metode nilai realisasi neto, harga pokok produk sampingan dihitung sebesar taksiran harga jual produk sampingan dikurangi taksiran biaya produksi tambahan dan taksiran biaya administrasi dan pemasaran. Jika digunakan metode biaya reversal, harga pokok produk sampingan dihitung sebesar taksiran harga jual produk sampingan dikurangi taksiran biaya produksi tambahan dan taksiran laba kotor. Taksiran laba kotor adalah taksiran biaya administrasi dan pemasaran ditambah dengan taksiran laba bersih (laba setelah pajak).

Contoh
Berikut ini adalah informasi tentang biaya produksi dan unit produksi yang terjadi pada perusahaan penggergajian kayu (Splinter Sawmill Company). Perusahaan mempunyai dua departemen produksi. Di Departemen 1 dihasilkan dua jenis produk utama yang tidak perlu diproses lebih lanjut, dan dihasilkan juga produk sampingan yaitu saw-dust yang harus diproses lebih lanjut di Departemen 2.

Total biaya produksi:
Departemen 1
Rp31.500
Departemen 2 (biaya bahan baku Rp60, biaya tenaga kerja langsung Rp30, biaya overhead pabrik Rp10)

Rp100


Unit produk utama:

Produksi
18.000 unit
Penjualan
15.000 unit
Persediaan akhir
3.000 unit
Unit produk sampingan:

Produksi
2.800 unit
Penjualan
2.500 unit
Persediaan akhir
300 unit
Biaya administrasi dan pemasaran:

Produk utama
Rp3.250
Produk sampingan
Rp500
Penjualan:

Produk utama (15.000 unit @ Rp2,50)
Rp37.500
Produk sampingan (2.500 unit @ Rp0,90)
Rp2.250
Taksiran laba kotor produk sampingan adalah 40%.



Pertanyaan:
Hitunglah laba bersih dan buatlah jurnal untuk mencatat transaksi yang berhubungan dengan produk sampingan, jika dipilih asumsi-asumsi sebagai berikut:
1.         Produk sampingan diakui saat dijual (kategori 1):
a.         Penjualan produk sampingan sebagai pendapatan lain-lain.
b.         Penjualan produk sampingan sebagai pengurang harga pokok penjualan produk utama.
2.         Produk sampingan diakui saat selesai diproses (kategori 2):
a.         Metode nilai realisasi neto (net realizable value method).
b.         Metode biaya reversal (reversal cost method).

SOAL TES:

Berikut ini adalah informasi tentang biaya produksi dan unit produksi yang terjadi pada perusahaan penggergajian kayu (Splinter Sawmill Company). Perusahaan mempunyai dua departemen produksi. Di Departemen 1 dihasilkan dua jenis produk utama yang tidak perlu diproses lebih lanjut, dan dihasilkan juga produk sampingan yaitu saw-dust yang harus diproses lebih lanjut di Departemen 2.
Total biaya produksi:
Departemen 1
Rp63.000
Departemen 2 (biaya bahan baku Rp110, biaya tenaga kerja langsung Rp60, biaya overhead pabrik Rp30)

Rp200


Unit produk utama:

Produksi
36.000 unit
Penjualan
30.000 unit
Persediaan akhir
6.000 unit
Unit produk sampingan:

Produksi
5.600 unit
Penjualan
5.000 unit
Persediaan akhir
600 unit
Biaya administrasi dan pemasaran:

Produk utama
Rp6.500
Produk sampingan
Rp1.000
Penjualan:

Produk utama (30.000 unit @ Rp2,50)
Rp75.000
Produk sampingan (5.000 unit @ Rp0,90)
Rp4.500
Taksiran laba kotor produk sampingan adalah 20%.

Pertanyaan:
Hitunglah laba bersih dan buatlah jurnal untuk mencatat transaksi yang berhubungan dengan produk sampingan, jika dipilih asumsi :Produk sampingan diakui saat selesai diproses (kategori 2), BAIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE:
  1. Nilai realisasi neto (net realizable value method).
  2. Biaya reversal (reversal cost method).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar